ADIKSI SMARTPHONE LEBIH CENDERUNG TERJADI PADA REMAJA, KOK BISA?
Di era digital seperti saat ini, penggunaan smartphone sudah merebak di berbagai usia; dari anak-anak hingga lansia. Tapi, tahukah kita bahwa ternyata penggunaan smartphone yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif khususnya bagi remaja? Apa penyebabnya? Dan bagaimana cara mengatasinya? Artikel ini akan menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Mari kita simak ulasan berikut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu, banyak fitur dan aplikasi pada smartphone semakin menarik dan membuat penggunanya ingin terus menggunakannya. Padahal, dibalik kebermanfaatannya yang begitu besar, smartphone juga menyimpan dampak negatif yang cukup merugikan penggunanya, misalnya saja dapat membuat penggunanya terjangkit adiksi smartphone.
Adiksi smartphone merupakan pola atau perilaku maladaptif (tidak sesuai tuntutan lingkungan) yang muncul karena penggunaan smartphone yang berlebihan (Kwon et al, 2013). Salah satu ciri adiksi smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari-hari. Individu dengan adiksi smartphone akan sulit melaksanakan kewajiban sehari-harinya, seperti tidak melakukan pekerjaan yang sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas atau sedang bekerja, mengalami pusing/pandangan buram, sakit di pergelangan tangan/di belakang leher dan gangguan tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Kwon et al. pada tahun 2013 menunjukkan bahwa adiksi smartphone lebih cenderung terjadi pada remaja dibandingkan orang dewasa. Kim et al. menjelaskan bahwa remaja mempunyai kecenderungan fokus ketika menggunakan media. Ketika diperkenalkan media baru, remaja akan cenderung proaktif sehingga masalah akibat dari penggunaan media baru tersebut lebih rentan terjadi. Salah satu masalah yang muncul yaitu adiksi smartphone.
[caption id="attachment_2791" align="aligncenter" width="640"] Devy Syafa Aulia mahasiswi Fakultas Psikologi angkatan 2015 dan lulus tahun 2019. Sebagai pembimbing skripsi adalah Liany Luzvinda, M.Si dan penguji skripsi adalah Nia Tresniasari, M.Si dan Ilmi Amalia, M.Psi,sedangkan sebagai Dosen Pembimbinga Akademik adalah Bambang Suryadi. Saat ini Devy Syafa Aulia Berprofesi sebagai HRD-GA PT. Pancuran Karya Mukti, Perusahaan yang Bergerak di Bidang Mudlogging Services. [/caption]
Pada tahun 2019, Devy Syafa Aulia dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan penelitian tentang faktor penyebab adiksi smartphone pada remaja. Responden penelitian ini berjumah 203 pelajar kelas XI SMA di salah satu sekolah di Kabupaten Tangerang., dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur adiksi smartphone dan faktor-faktor penyebabnya antara lain: Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV), Big Five Inventory-Kruezer (BFI-K), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), Friendship Qualities Scale (FQS), dan Academic Expectations Stress Inventory (AESI).
Hasil penelitan tersebut menunjukkan bahwa 18,2% adiksi smartphone pada remaja dipengaruhi oleh faktor kepribadian, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, durasi penggunaan smartphone dan jenis kelamin. Dari berbagai faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh terhadap adiksi smartphone adalah kepribadian conscientiousness remaja yang rendah dan durasi penggunaan smartphone yang tinggi.
Lebih lanjut hasil penelitian Devy menunjukkan semakin rendah tingkat conscientiousness remaja, semakin tidak teratur pola hidupnya karena remaja tersebut tidak menyusun rencana kegiatannya dengan baik. Dapat dibayangkan bagaimana jika remaja dengan conscientiousness rendah menggunakan smartphone. Remaja tersebut tidak menggunakan smartphone dengan bijak karena ia tidak menentukan smartphonenya akan digunakan untuk apa dan apa saja yang harus dilakukan setelah atau sebelum menggunakan smartphone.
Selain itu, durasi penggunaan smartphone yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adiksi smartphone yang tinggi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Oxford menemukan bahwa durasi maksimal penggunaan gadget bagi remaja yaitu 4 jam 17 menit. Jika melebihi durasi maksimal tersebut maka gadget akan mengganggu kerja otak para remaja (Dikdok, 2018).
[caption id="attachment_2792" align="aligncenter" width="660"] Foto Ilustrasi Pelajar SMA yang sedang sibuk dengan smartphonenya masing-masing.
Sumber: bekasimedia.com[/caption]
Lalu, bagaimana solusinya agar remaja bisa tetap menggunakan smartphone tanpa khawatir terjangkit adiksi smartphone? Pertama, tentunya komitmen diri untuk menggunakan smartphone dengan bijak sangat diperlukan. Untuk melatih diri agar bisa berkomitmen, remaja dapat mensiasatinya dengan meningkatkan conscientiousness dalam diri. Gordon Allport (dalam Suryabrata, 2011) menjelaskan bahwa kepribadian individu bersifat dinamis, artinya, kepribadian individu dapat berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu selama individu melatih dirinya untuk berubah. Jadi, remaja tidak perlu khawatir kepribadian dalam dirinya tidak dapat diperbaiki karena sudah hidup belasan tahun.
Nah, cara meningkatkan kepribadian conscientiousness ini dapat dilakukan dengan menyusun jadwal sehari-hari. Tentunya dalam hal ini peran orangtua sangat diperlukan karena orangtua dapat menjadi “alarm” bagi remaja dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Hidup teratur itu asik lho.
Kedua, kontrol durasi penggunaan smartphone sangat penting. Tapi remaja tidak perlu khawatir memikirkan bagaimana caranya mengontrol durasi pengunaan smartphone. Remaja hanya perlu membuat catatan apa saja kegiatan yang membutuhkan smartphone dan tidak. Ingat ya, durasi penggunaan smartphone bagi remaja yaitu 4 jam 17 menit. Jadi, identifikasi sebaik mungkin smartphone tersebut akan digunakan untuk apa saja dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing kegiatan tersebut.
Sebagai kesimpulan dengan conscientiousness yang tinggi dan kontrol durasi penggunaan smartphone yang baik, smartphone dapat membantu remaja untuk lebih produktif dalam beraktivitas. Psikolog atan konselor memiliki peran yang sanat penting dalam membantu remaja supaya terbebas dari adiksi smartphone. (DSA-BS) #Psychology for a better life