Analisis Psikologi dan Doa Bersama Fakultas Psikologi UIN Jakarta untuk Berakhirnya Konflik Palestina-Israel
Kamis, 27 Mei 2021- Dalam kurun waktu beberapa minggu terkahir, konflik antara Palestina dan Israel kembali menjadi sorotan masyarakat dunia. Konflik yang sudah berakar beberapa dekade sebelumnya ini terus berlanjut hingga hari ini, meskipun Israel sudah menyepakati gencatan senjata dengan Palestina.
Fakultas Psikologi UIN Jakarta turut andil dengan mengadakan diskusi tentang analisis psikologi tentang kasus ini dalam webinar bertajuk “Understanding the Palestinian-Israeli Conflict and Overview from Psychological Perspective” yang diisi oleh Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Prof. Bambang Suryadi, Ph.D. dan Koordinator PPDK Timur Tengah, Hamzah Assaudy Lubis. Acara diakhiri dengan doa Bersama yang dipimpin oleh Farouq Al-Mumtaz, mahasiswa Syari’ah Islamiyah di Al-Azhar University, Kairo, Mesir.
[caption id="attachment_3649" align="aligncenter" width="720"] Gambar 1. Sambutan Dekan Fakultas Psikologi Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si.[/caption]Dalam sambutannya, Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta, “Penting bagi kita untuk memberikan dukungan bagi masyarakat Palestina dengan mengkaji konflik tersebut secara ilmiah dan objektif sesuai bidang keilmuan dengan narasumber terdekat”. Lebih lanjut, ‘Kita sangat berharap agar konflik segera terselesaikan karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa.”
Pembahasan pertama oleh Prof. Bambang Suryadi dengan Deli Fatmawati, alumni Fakultas Psikologi UIN Jakarta sebagai moderator. Menurut Prof. Bambang, “kontribusi bantuan untuk Palestina tidak hanya dilatarbelakangi oleh isu agama, melainkan juga isu kemanusiaan”. Selain itu, Indonesia secara khusus juga perlu mengulurkan tangannya karena Palestina adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, selain karena penjajahan dunia memang seharusnya dihapuskan.
Lebih lanjut lagi, Prof. Bambang menjelakan dampak psikologis para korban dengan kaca mata humanistik, “salah satunya adalah teori hierarki kebutuhan Maslow. Basic need dalam hierarki kebutuhan tersebut, seperti kebutuhan makanan, minuman, air bersih, tempat tinggal, listrik, dan lain-lain tidak terpenuhi, sehingga kebutuhan-kebutuhan lain setelahnya, seperti rasa aman, rasa cinta, apalagi aktualisasi diri tentu tidak akan terpenuhi. Selain itu, kesehatan mental para korban tentu akan terganggu dan boleh jadi berkembang menjadi gangguan psikologis”.
Pembahasan kedua dipaparkan oleh Hamzah Assaudy Lubis terkait pemahaman terkait konflik Palestina dan Israel. Diskusi oleh Hamzah diawali dengan pemaparan terkait sejarah konflik Palestina dan Israel itu sendiri yang awalnya memang berakitan dengan masalah geopolitik dari masa khilafah islamiyah Turki Utsmani. Menurutnya, “penyebab semakin memanasnya kondisi di Sheikh Jarrah dan jumlah korban jiwa sebesar 240 lebih warga Palestina. Selain itu, ia juga memaparkan beberapa jenis bantuan yang sudah diberikan oleh negara Indonesia”.
Acara dilanjutkan dengan diskusi berupa tanya jawab dari beberapa partisipan terkait konflik ini. Pertanyaan mengenai cara memberikan edukasi terkait pemberian bantuan yang direalisasikan secara langsung untuk Palestina disampaikan peserta. “banyak pula lembaga yang tidak menyalurkan donasi kepada Palestina”. Menurut Hamzah, “perlu ketelitian untuk itu dan salah satunya yang sudah pasti adalah melalui lembaga yang sudah terpercaya, misalnya ACT atau Aksi Cepat Tanggap atau Lembaga lainnya. Cek track record lembaga serta penyebaran bukti untuk meyakinkan orang lain bahwa lembaga tersebut adalah benar”.
Doa Bersama dipimpin oleh Farouq Al-Mumtaz yang dikhususkan untuk warga Palestina. Semoga konflik Israel-Palestina segera berakhir dan masyarakat di sana aman, tentram dan bahagia. Sampai bertemu di acara Fakultas Psikologi UIN Jakarta selanjutnya.