Kajian Psikologi Islam ke-3: Psikologi Maghfiroh dan Psikologi Forgiveness
Kajian Psikologi Islam ke-3: Psikologi Maghfiroh dan Psikologi Forgiveness

Fakultas Psikologi UIN Jakarta - Berita Fpsi Online - Assalamualaikum, Psyfriend. Hari ini Pusat Psikologi Islam mengadakan acara kajian psikologi islam ketiga, digelar pada Jumat, 7 Maret 2025 yang bertepatan dengan 7 Ramadan 1446 H yang dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting. Kajian ini mengangkat tema islami, yaitu "Psikologi Maghfiroh dan Psikologi Forgiveness" dengan menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi., Psikolog., yang merupakan Wakil Dekan III bidang kemahasiswaan serta dosen di Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Asep Haerul Gani, M.Ag., Psikolog., yang merupakan psikolog dan praktisi psikoterapis. Dengan  moderator Dr. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., Psikolog., dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

 

Acara dimulai dengan pembukaan dari Master of Ceremony (MC), Desi Yustari Muchtar, M.Psi., yaitu dosen Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ihsan Fathi Abdullah dari Tim Pusat Psikologi Islam. Wakil Dekan II Fakultas Psikologi, Mulia Sari Dewi, M.Si., Psikolog., turut memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa psikologi maghfiroh (pengampunan) dan psikologi forgiveness memiliki relevansi besar dalam kehidupan masyarakat saat ini. 

Setelah sesi pembukaan, moderator Dr. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., Psikolog., melanjutkan memandu jalannya acara dengan mempersilakan narasumber pertama untuk menyampaikan materinya. Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi., Psikolog., menjelaskan bahwa dalam Islam, maghfiroh bukan hanya menghapus dosa, tetapi juga melindungi dari dampak buruknya. Maghfiroh adalah anugerah Allah bagi hamba yang bertobat, sebagaimana disebutkan dalam Surat Az-Zumar ayat 53.  Ia juga menambahkan bahwa pemahaman yang benar tentang maghfiroh dan forgiveness dapat membantu seseorang keluar dari rasa bersalah yang berlebihan, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan memperkuat hubungan dengan Tuhan serta sesama manusia.

Selanjutnya, Drs. Asep Haerul Gani, M.Ag., Psikolog., membahas pemaafan bukan sekadar melupakan atau mengabaikan kesalahan orang lain, tetapi sebuah proses aktif yang melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan. Dalam psikologi, orang yang sulit memaafkan sering terjebak dalam distorsi kognitif yang menyebabkan stres dan ketidaktenangan. Sementara itu, dalam Islam dan tasawuf, pemaafan adalah bagian dari perkembangan spiritual  yang membawa seseorang menuju ketenangan jiwa. 

Setelah pemaparan materi, sesi tanya jawab pun dibuka. Karena keterbatasan waktu, hanya ada satu penanya, yaitu Annisa Chaerani yang menanyakan apakah reaksi marah lansia dapat dikaitkan dengan rendahnya pemaafan, jika benar kepada siapa atau apa pemaafan perlu diarahkan agar lansia tersebut dapat menemukan kedamaian dan mengurangi dampak negatif dari depresi yang dialaminya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Drs. Asep Haerul Gani, M.Ag., Psikolog., menjelaskan bahwa menyikapi orang tua lansia yang mengalami gangguan kognitif, sebagai anak, bukan lansia yang harus diubah, tetapi cara kita menyikapi mereka yang mengalami gangguan. Anak harus bisa memahami bukan menyalahkan perubahan emosi atau perilaku orang tua lansia. 

Melengkapi jawaban tersebut,  Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi., Psikolog., menambahkan bahwa kondisi lansia yang mengalami depresi tidak dapat disederhanakan hanya sebagai ketidakmampuan untuk memaafkan. Lansia yang mengalami penurunan daya ingat cenderung kesulitan mengelola emosi dan memahami situasi. Saat mengalami depresi, sensitivitas emosional mereka meningkat sehingga membuat mereka lebih mudah tersinggung atau marah terhadap hal-hal sepele. Lansia tersebut perlu mengalami proses forgiveness agar dapat menemukan kedamaian dan membutuhkan  dukungan kepada keluarga, terutama anak-anaknya, agar mereka bisa memahami kondisi orang tua mereka dengan lebih empati. 

Sebagai penutup, Dr. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., Psikolog., menyampaikan harapannya agar para peserta kajian dapat mudah untuk saling memaafkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah sesi diskusi, acara dilanjutkan dengan doa penutup yang dipimpin oleh Muhammad Wahid Hasby Sihab. Sebelum acara ditutup, peserta dan narasumber mengikuti sesi foto bersama.

Dengan adanya kajian ini, diharapkan peserta akan memperoleh pemahaman tentang pentingnya memaafkan dalam kehidupan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai kajian dan kegiatan selanjutnya, kunjungi Instagram @f.psiuinjkt atau channel YouTube Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Selamat menyaksikan, semoga bermanfaat!  Wassalamualaikum.

— Penulis: Anisa Zahra Novianti & Dita Nurmala, Editor: Rizki Ramadhani

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online