Kajian Psikologi Islam ke-4: Puasa, Regulasi Diri, dan Ketangguhan
Kajian Psikologi Islam ke-4: Puasa, Regulasi Diri, dan Ketangguhan

Assalamualaikum, Psyfriend. Hari ini Pusat Psikologi Islam Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan acara kajian psikologi islam keempat digelar pada hari Senin, 10 Maret 2025 yang bertepatan dengan 10 Ramadan 1446 H yang dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting. Kajian ini bertepatan pada minggu kedua bulan Ramadan. Kajian ini mengangkat tema menarik, yakni "Puasa, Regulasi Diri, dan Ketangguhan". Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Bambang Suryadi, Ph.D., yang merupakan guru besar di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dr. Diana Mutiah, M.Si., sebagai dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan moderator Dr. Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi., juga merupakan dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Acara diawali dengan pembukaan oleh Master of Ceremony (MC), Moh. Irvan,M.Si. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Muhammad Arwani dari Tim Pusat Psikologi Islam. Selanjutnya sambutan oleh Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si. Dalam sambutannya beliau mengatakan sering kali kita rentan dalam menerima anugerah seperti kekayaan, ketampanan, kesuksesan, dsb. Biasanya, kita malah tidak tangguh dan cepat terlena sehingga gagal dalam menjaga ketangguhan itu. 

Kemudian, acara dipandu oleh Dr. Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi selaku moderator. Pemaparan materi yang pertama oleh Dr. Diana Mutiah, M.Si,. dengan judul puasa dan ketangguhan diri. Manusia senantiasa berlayar di antara gelombang-gelombang kenikmatan maupun ujian, serta kekecewaan, keraguan, ataupun keyakinan. Dalam pusaran inilah Allah Swt. memberikan rahmat-Nya, anugerah-Nya berupa bulan suci Ramadan. Bulan suci Ramadan menjadi tali penuntun agar manusia tidak hanyut dalam keserakahan dunia dan tidak tenggelam dalam keputusasaan. Ketangguhan sendiri berarti kuat, tahan dalam menghadapi sesuatu, tidak mudah menyerah, tidak mudah goyah, istiqomah, serta memiliki daya juang yang tinggi. Aspek utama ketangguhan menurut para ahli adalah regulasi emosi. Dr. Diana Mutiah, M.Si,. menegaskan bahwa orang yang berpuasa pahalanya tidak terbatas.

Selanjutnya, Prof. Bambang Suryadi, Ph.D., membahas terkait regulasi diri. Beliau mengatakan jika kita tidak mempunyai regulasi diri maka aspek ibadah dapat terkalahkan oleh media sosial, dan aspek akademik dapat terkalahkan akibat rendahnya regulasi diri. Maka, puasa yang kita lakukan memberikan terapi, tindakan preventif, dan juga solusi masalah ini. Tujuan akhir dari puasa adalah takwa. Banyak dari masyarakat kita lebih cenderung berpikir untuk mengambil tindakan setelah terjadi korban, atau mengambil tindakan setelah kita menjadi fiktif, daripada melakukan preventif action-nya. 

Setelah kedua narasumber memaparkan materinya, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Terdapat dua penanya, yaitu Ihsan Fatih dan Hanif dengan pertanyaan: Kenapa ketika sudah berbuka puasa kita menjustifikasi bahwa tidak apa-apa untuk marah, padahal kita sudah mencoba untuk meregulasi? Dan kenapa orang berpuasa itu lebih gampang untuk marah-marah? 

Prof. Bambang Suryadi, Ph.D., menjawab pertanyaan yang diajukan bahwa tingkat puasa paling rendah adalah sekadar menunaikan kewajiban, yaitu menahan diri dari terbit fajar hingga tenggelam matahari. Namun, puasa yang sejati lahir dari kecintaan kepada Sang Khalik, yang hasilnya justru terlihat dari bagaimana seseorang bertindak setelah matahari terbenam hingga fajar berikutnya. Menanggapi pertanyaan selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa ketidakmampuan menahan marah saat puasa disebabkan oleh pemahaman yang terbatas tentang makna puasa. Banyak orang menganggap puasa hanya sebatas menahan lapar dan haus, padahal seharusnya juga menahan diri dari hal-hal lain yang dapat merusak nilai puasa, termasuk amarah.

Dr. Diana Mutiah, M.Si., menambahkan bahwa hasil dari puasa selama tiga puluh hari justru terlihat setelahnya, yakni bagaimana perilaku seseorang berubah. Jika selama berpuasa seseorang mampu menahan diri, tetapi setelah berbuka justru kehilangan kendali, maka puasanya belum benar-benar menginternalisasi dalam diri. Oleh karena itu, refleksi diri menjadi penting agar puasa tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus, tetapi juga membawa perubahan nyata dalam kehidupan.

Sebagai penutup, Dr. Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi., menyimpulkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih regulasi diri dan ketangguhan psikologis agar seseorang lebih tenang dan terkontrol dalam menghadapi tantangan hidup. Setelah sesi diskusi, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Gusty Syaiim Framita dan diakhiri oleh MC.

Dengan adanya kajian ini, diharapkan para peserta dapat memahami pentingnya puasa sebagai latihan regulasi diri dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan. Untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai kajian dan kegiatan selanjutnya, kunjungi Instagram @f.psiuinjkt atau channel YouTube Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Selamat menyaksikan, semoga bermanfaat!  Wassalamualaikum.

— Penulis: Dini Amalia & Erna Noviana, Editor: Rizki Ramadhani

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online