Kajian Psikologi Islam ke-7: Psikologi Toleransi dan Ramadhan Menggali Inner Self
Kajian Psikologi Islam ke-7: Psikologi Toleransi dan Ramadhan Menggali Inner Self

Fakultas Psikologi UIN Jakarta - Berita Fpsi Online - Assalamualaikum, Psyfriend. Dalam menyambut bulan Ramadan, kami tim Pusat Psikologi Islam mengadakan acara kajian psikologi islam ketujuh. Acara ini digelar pada Senin, 17 Maret 2025 yang bertepatan dengan 17 Ramadan 1446 H dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting. Kajian ini mengangkat tema islami, yaitu "Psikologi Toleransi dan Ramadhan Menggali Inner Self". Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu  Dr. Ikhwan Lutfi, M.Psi., yang merupakan dosen di Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Liany Luzvinda, M.Si., yang merupakan dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Moderator dalam acara ini merupakan dosen Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Valendra Granitha, M.A.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Master of Ceremony (MC), Ihsan Fathi Abdullah. kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Khairatun Nisa dari Tim Pusat Psikologi Islam. Ketua Program Studi S1 Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mohamad Avicenna, Ph.D., Psikolog. turut memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia mengulas sedikit tentang psikologi toleransi, bahwa kita semua harus saling bertoleransi baik dalam bermasyarakat maupun agama. 

Setelah sesi pembukaan, moderator Valendra Granitha, M.A., lanjut memandu jalannya acara dengan mempersilahkan narasumber pertama untuk menyampaikan materinya. Dalam pemaparannya, Dr. Ikhwan Lutfi M, M.Psi., menjelaskan tentang “Psikologi Toleransi”. Toleransi adalah respons positif terhadap keberagaman yang mencakup penerimaan, penghargaan, serta dukungan terhadap kelompok lain. Forst (2013) membagi toleransi ke dalam empat level: permission (izin mayoritas terhadap minoritas), coexistence (relasi seimbang), respect (saling menghargai), dan esteem (dukungan penuh). Faktor yang mempengaruhi toleransi terdiri dari faktor internal (nilai, religiusitas, identitas, pendidikan) serta faktor eksternal (ancaman, budaya, kebijakan).  

Pembahasan selanjutnya Dr. Ikhwan Lutfi M, M.Psi., membahas tentang hambatan utama toleransi meliputi pemahaman agama yang kaku, kurangnya kepercayaan diri dalam beragama, serta wacana yang membedakan "kami" dan "mereka." Solusinya adalah memperkuat narasi persaudaraan, menanamkan nilai non-kekerasan, serta meningkatkan dialog dan interaksi sosial.  

Acara beralih ke narasumber kedua yaitu  Liany Luzvinda, M.Si., membahas “Konsep Inner Self”. Inner self adalah inti kesadaran diri yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan bertindak. Dari perspektif ilmiah, refleksi diri yang terkait dengan "Default Mode Network" (DMN) otak serta praktik mindfulness terbukti berdampak positif pada kesehatan mental dan kesejahteraan emosional. Dalam psikologi, inner self berkaitan dengan pemahaman diri yang mendalam. Teori Erik Erikson menekankan bahwa kegagalan menemukan inner self dapat menyebabkan krisis identitas. Tokoh-tokoh seperti Eckhart Tolle dan Brené Brown menyoroti pentingnya kesadaran diri dan pencarian makna hidup.  Dalam Islam, konsep ini selaras dengan nilai-nilai seperti muraqabah, tawakal, dan tazkiyatun nafs. Pencarian inner self sejati bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi, tetapi juga untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam refleksi diri di Gua Hira. Kesimpulannya, eksplorasi inner self adalah perjalanan psikologis dan spiritual yang membawa ketenangan batin, ketahanan diri, serta kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada validasi eksternal.

Setelah pemaparan materi, sesi tanya jawab pun dibuka. Karena keterbatasan waktu, hanya ada satu penanya, yaitu Athallah Akhyar yang menanyakan Mengapa seseorang bisa merasa tenang atau lega saat mendengar atau membaca Al-Qur'an, meskipun tidak memahami artinya, dan bagaimana mekanisme psikologis atau spiritual di balik fenomena ini?

Menanggapi pertanyaan tersebut, Liany Luzvinda, M.Si., menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang memiliki keajaiban (miracle), termasuk kemampuannya untuk dihafal, menenangkan hati, dan menjadi penyembuh serta perlindungan. Ia menekankan bahwa ketenangan yang dirasakan saat mendengar atau membaca Al-Qur'an adalah bagian dari mukjizatnya, karena Al-Qur'an berasal dari Allah, Sang Pencipta. Selain itu, seseorang bisa berdoa agar Al-Qur'an menjadi penenang jiwa, dan secara fitrah manusia akan tersentuh oleh Al-Qur'an, kecuali jika ada trauma atau pengalaman masa lalu yang membuatnya menjauh dari agama. 

Melengkapi jawaban tersebut, Dr. Layyinah, M.Psi., menambahkan bahwa Al-Qur'an merupakan perkataan Allah yang memiliki banyak keistimewaan, dan manusia secara fitrah memiliki keterhubungan dengan Allah melalui aspek rohani dalam dirinya. Ia menjelaskan bahwa dalam penciptaan manusia terdapat unsur fisik, nafsiyah (emosi dan jiwa), serta spiritual (rohani), yang membuat manusia secara alami mengingat Allah, terutama dalam situasi sulit. Selain itu, ia menekankan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), sehingga keistimewaan Al-Qur'an tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tetapi juga bisa dirasakan oleh seluruh manusia.

Selanjutnya Dr. Ikhwan Lutfi M. M.Psi., melengkapi jawaban tersebut bahwa manusia selalu mendapatkan peringatan dan pengingat dari Tuhan melalui berbagai cara, termasuk melalui Al-Qur'an. Ia menekankan bahwa ada momen ketika seseorang merasa terhubung dengan Tuhan saat membaca atau mendengarkan Al-Qur'an, tetapi ada juga saat ketika keimanan melemah. Dalam kondisi tersebut, seseorang perlu "mengisi ulang" keimanan mereka agar kembali terkoneksi dengan Tuhan. Ia juga menyebutkan bahwa berbagai agama memiliki cara masing-masing untuk menjaga keterhubungan spiritual tersebut.

Sebagai penutup, Valendra Granitha, M.A., berharap tema ini dapat dikaji lebih lanjut di pertemuan mendatang karena cakupannya yang luas. Setelah sesi diskusi, acara dilanjutkan dengan sesi foto bersama, pembacaan doa oleh Rafif Triwidyanto Salim, dan ditutup oleh MC.   

Dengan adanya kajian ini, diharapkan peserta akan dapat memahami makna serta tujuan hidup yang sejalan dengan pekerjaan dan aktivitas belajar agar dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan. Untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai kajian dan kegiatan selanjutnya, kunjungi Instagram @f.psiuinjkt atau channel YouTube Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Selamat menonton, semoga bermanfaat! Wassalamualaikum.

Penulis : (Puteri Nurlaili Safitri & Dita Nurmala, Editor: Rizki Ramadhani)

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online

Kajian Psikologi Islam

Generated by Embed Youtube Video online