LIKA-LIKU MENUJU AKREDITASI PRODI MAGISTER PSIKOLOGI
Di balik status dan predikat akreditasi yang dicapai Program Studi Magister Psikologi UIN Jakarta, yaitu Predikat B (Skor 301), ada perjalanan panjang. Maka judul tulisan ini saya tulis lika-liku menuju akreditasi. Sengaja saya tulis di sini, untuk berbagi pengalaman kepada kolega/rekan sejawat yang sedang atau akan menyiapkan dokumen akreditasi.
Menyiapkan akreditasi itu seru. Banyak up, sides, and down atau asam garamnya. Ibarat film India, Kabhi Khushi Kabhie Gham (K3G). Artinya Kadang Senang, Kadang Sedih. Ya, itulah dinamika akreditasi.
Akan tetapi begitu keputusan BAN PT keluar, lega rasanya. Plonggggg.
Tidak heran begitu keputusan BAN PT keluar, Gazi Ketua Prodi Magister Psikologi langsung berkomentar, “Alhamudulillah. Selesai juga penantian ini walaupun hanya melanjutkan akreditasi terdahulu dengan predikat B”.
Ungkapan tersebut menguatkan sekaligus mengonfirmasi judul tulisan ini. Banyak lika-likunya menuju akreditasi.
1.Penyamaan Persepsi
Bagian ini yang sangat penting dan berat. Apalagi BAN PT membuat kebjikan baru yang populer disebut dengan “Akreditasi Pola 9 Kriteria”.
Penyamaan perserpsi tidak cukup hanya sekedar mengetahui perbedaan kebijakan lama dan baru, tetapi juga cara menyiapkan kedua dokumen akreditasi. Ada dua dokumen, yaitu Lembar Kerja Program Studi (LKPS) yang dulu disebut Borang Akreditasi dan Lembar Evaluasi Diri (LED).
Nah, sejak bulan April sampai Desember 2019, Fakultas Psikologi sudah melaksanakan dua kali workshop, dua kali RDK dan beberapa kali pendampingan tim kecil, namun masih ada saja perbedaan pemahaman.
Nara sumber yang diundang juga tidak diragukan lagi. Ada anggota BAN PT, tim teknis penyusun instrumen akreditasi, kepala LPM UIN Jakarta, dan sebagainya. Mereka bergelar Professor dan Doktor.
Buku pedoman penyusunan LKPS dan LED atau paparan power point dari nara sumber, juga sudah dilahap. Habis dibaca. Tapi sekali lagi, ada saja perbedaan persepsi.
Misalnya pemahaman tentang “Rekognisi yang diterima oleh dosen Program Studi”. Apa makna rekognisi dan apa jenis rekognisi yang bisa diklaim untuk akreditasi.
Contoh lainnya adalah memahami arti Dosen Tetap (DT) dan Dosen Tetap Program Studi (DTPS). Karena perbedaan pemahaman terhadap kedua istilan ini (DT dan DTPS), data yang dimasukkan ke LKPS jadi bervariasi. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.
Jadi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan persepsi dan pemahaman terkait kebijakan akreditasi.
2.Pembagian tugas
Kata orang bijak “Tugas dapat dibagi, tetapi tanggungjawab tidak bisa dibagi”. Wisdom ini sangat relevan dengan lika-liku akreditasi Prodi Magister Psikologi. Meskipun pembagian tugas dan batas waktu sudah disepakati, ternyata hasil dari tugas tersebut juga bervariasi. Ada yang diserahkan sebelum due date. Ada juga yang tepat waktu. Tapi ada juga yang lewat dari batas waktu yang telah disepakati.
Dalam kondisi seperti ini, maka tim perlu mengambil langkah antisipasi dan solusi. Ada tugas yang dibagi ulang. Atau diambil alih oleh tim lain. Tekatnya hanya satu: tugas bisa selesai tepat waktu.
Serunya, pada saat penyusunan dokumen akreditasi, pemerintah sedang melakukan pemadaman listrik. Termasuk wilayah Tangerang Selatan.
Nah, dampak dari kerja tim dengan pola pembagian tugas seperti ini, ada beberapa poin yang tumpang tindih. Atau berbeda data dan narasi. Yang lebih seru lagi, gaya bahasa yang berbeda antara satu penulis dan penulis lainnya.
“Terasa banget deh, kalau yang nulis ini orang yang berbeda. Maka perlu dilakukang proof reading dan editing di akhir langkah penyusunan dokumen”, komentar salah satu nara sumber workshop ketika membedah dokumen akreditasi.
Jadi selain pembagian tugas dan batas waktu, komitmen kerja (task commitment) merupakan aspek yang wajib dijaga bersama.
3.Data Tidak Menyatu
Data-data yang diperlukan akreditasi sebenarnya sudah tersedia. Diantaranya di bagian kepegawaian, di aplikasi AIS, BKD, LKP, atau E-SMS. Tapi kendala utamanya, antar aplikasi ini tidak ada fungsi interoperability. Artinya, data yang tersedia di masing-masing aplikasi, tidak bisa saling ditarik/diambil dan dimanfaatkan saat diperlukan.
Konsekuensinya, tim akreditasi memulai pendataan dari awal. Dari A-Z. Misalnya, meminta data publikasi ke dosen, padahal data itu ada di BKD. Dan banyak lagi. Maka tidak heran ketika diminta data ada dosen yang berkomentar, “Data seperti ini mestinya tinggal diambil dari aplikasi pendataan yang ada. Tapi mengapa harus diminta ulang”.
Wah....seru deh. Lesson learned dari lika-liku ini adalah penting dan perlunya ada SATU DATA UIN. Aplikasi boleh beda. Data boleh ada di mana-mana, tapi harus bisa ditarik dan dimanfaatkan saat diperlukan. Itu maksud dari interoperability tadi.
4.Tim Pendukung dari Mahasiswa
Keberadaan tim dari mahasiswa sangat penting.Terutama untuk menyiapkan data yang masih terpencar di berbagai tempat. Termasuk meminta data-data pendukung dari para dosen. Menyusun dan mengemas data pendukung supaya mudah dicari dan sebagainya.
Sebagai catatan, tim mahasiswa ini perlu didampingi dan diarahkan. Apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Ini diantara arahan yang perlu diberikan kepada mereka.
Bagi saya, mereka ini pejuang akreditasi yang luar biasa. Bekerja penuh dedikasi dan komitmen. Terimakasih kepada semua tim akreditasi dari mahasiswa.
5.Feedback Kurang Jelas
Kisah ini terjadi ketika tim sudah mengunggah dokumen LKPS dan LED di aplikasi SAPTO yang dikelola oleh BAN PT. Dalam aplikasi ini terdapat fitur interaksi, dimana pihak BAN PT bisa memberikan catatan terhadap dokumen yang sudah diunggah.
“Dokumen belum diterima. Tidak sesuai panduan. Lakukan revisi. Paling akhir tanggal....(sekian)”.
Itu salah satu feedback yang diberikan terhadap dokumen akreditasi. Tim akreditasi fakultas saling bertanya-tanya, “Bagian apa yang tidak sesuai panduan? Mestinya yang spesifik umpan balik itu”.
Ketika tim akreditasi mencoba bertanya ke LPM sebagai lembaga yang bertugas melakukan penjaminan mutu internal universitas, penjelasan yang diberikan juga kurang jelas. LPM akhirnya mengarahkan untuk menghubungi langsung pihak BAN PT.