MEMASUKI DUNIA KERJA: Apa Persiapan yang Harus Dilakukan Mahasiswa?
Kata “lulus dan bergelar sarjana” merupakan suatu keinginan terdalam dari setiap insan yang sedang menempuh pendidikan tinggi. Kelulusan tersebut sangat dinanti untuk mengobati setiap pengorbanan dan perjuangan yang telah dilakukan. Demkian juga untuk mengukir senyum di wajah orang terdekat dan tersayang, yaitu kedua orang tua. Lebih dari itu, kelulusan merupakan langkah awal untuk meniti karir di dunia nyata.
Permasalahannya, setelah lulus dari perguruan tinggi dan menyandang gelar sarjana, mau ngapain nih? Apakah setelah menyandang gelar sarjana bekal yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja sudah cukup? Apakah modal sosial (social asset) dan modal psikologis (psychological capital) kita sudah cukup? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan serupa.
Pesan penting dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dan bertahan dalam dunia kerja bukan hal yang mudah. Ketika lulusan perguruan tinggi menghadapi persaingan ini, ia memerlukan persiapan yang matang dalam memasuki dunia kerja.
Sebelum melangkah lebih jauh, sebenarnya pertanyaan yang lebih mendasar lagi adalah apa itu kesiapan kerja? Menurut Caballero, Walker dan Fuller (2011), kesiapan kerja adalah suatu sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seorang yang telah lulus dari institusi pendidikan tinggi sehingga memiliki kesiapan dalam bekerja atau siap untuk sukses dalam lingkungan kerja. Atlay dan Harris (2000) menambahkan bahwa ketika kesiapan kerja dipersiapkan dengan baik, memungkinkan bagi seorang individu untuk sukses dalam dunia kerja.
Sulitnya persaingan untuk masuk ke dalam dunia kerja di Indonesia telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2019) yang mencatat sekitar 8,8% dari total 7 juta pengangguran di Indonesia adalah sarjana. Pada tahun 2017, diketahui bahwa hanya ada 17,5% jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi. Angka presentase ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan tenaga kerja lulusan SMA/SMK sebesar 82% dan tenaga kerja lulusan SD sebesar 60% (Seftiawan, 2018). Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa tingkat pengangguran sarjana masih tinggi sedangkan jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi masih tergolong sedikit.
Selain itu menurut Hartinah (2016), di Indonesia periode rata-rata waktu tunggu sarjana (S1) hingga mendapatkan pekerjaan pertama adalah 0 (nol) hingga 9 (sembilan) bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata waktu tunggu lulusan hingga mendapatkan pekerjaan pertama bervariasi bahkan cenderung memiliki waktu tunggu yang lama dalam mendapat pekerjaan pertama.
Penelitian terkini yang dilakukan oleh Sinndy (2019) alumni Fakultas Psikologi UIN Jakarta, menunjukkan bahwa ada tiga faktor penting yang memengaruhi kesiapan kerja mahasiswa. Tiga faktor tersebut adalah modal psikologis, kompetensi karir, dan dukungan sosial. Kontribusi ketiga faktor tersebut terhadap kesiapan kerja sebesar 49%. Penelitian ini melibatkan 210 mahasiswa semester 4, 6 dan 8 (128 laki-laki dan 82 perempuan) dari Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
[caption id="attachment_3104" align="aligncenter" width="328"]
Sinndy Fitriani Sekar Wijayanti, S.Psi, lahir di Kudus, 14 Februari 1997. Masuk Fakultas Psikologi tahun 2015 dan tamat tahun 2019. Menulis skripsi dengan judul Pengaruh Modal Psikologis, Kompetensi Karir dan Dukungan Sosial Terhadap Kesiapan Kerja. Dosen pembimbing skripsi Dr. Netty Hartati, M.Si dan dosen Penguji adalah Liany Luzvinda, M.Si dan Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi. Dosen Pembimbing Akademik adalah Bambang Suryadi, PhD. Profesi sekarang sebagai mahasiswa Program Magister Management & Business SB-IPB.
[/caption] Faktor modal psikologis mencakup self-efficacy, harapan, ketahanan, dan optimisme. Faktor kompetensi karir mencakup refleksi tentang kapasitas, refleksi motif, jaringan, kemampuan pengembangan diri, eksplorasi kerja, dan kontrol karir. Faktor dukungan sosial mencakup dukungan keluarga, dukungan teman, dan dukungan orang lain yang berpengaruh. Dari ketiga faktor tersebut, dimensi yang paling berpengaruh terhadap kesiapan kerja adalah self-efficacy, ketahanan, dan refleksi tentang kapasitas. Uniknya, temuan lain dari penelitian tersebut adalah kenyataan bahwa kesiapan kerja mahasiswa semester 8 lebih rendah dibanding mahasiswa semester 4 dan 6. Padahal, mahasiswa semester 8 yang paling mendekati kelulusan dibanding mahasiswa adik kelasnya di semester 4 dan 6. Mengapa? Menurut penelitian yang dilakukan gadis kelahiran Kudus 14 Februari 1997 tersebut fokus mahasiswa semester 8 tertuju pada tugas akhir, seperti melakukan penelitian dan menyusu skripsi, dibandingkan dengan persiapan menghadapi dunia kerja. Dengan demikian, kesiapan kerja terlupakan. Sebaliknya mahasiswa semester 4 dan 6 sedang giat-giatnya untuk mengetahui dunia kerja karena ada aturan dari kampus untuk melakukan kuliah kerja lapangan atau magang. Lalu, apa yang perlu dilakukan mahasiswa di era Revolusi Industri 4.0 untuk meningkatkan self-efficacy, ketahanan dan kapasitas diri? Menurut Sinddy mahasiswa dapat memulainya dengan melakukan refleksi tentang kapasitas dengan melakukan self-assesment. Mengetahui apa yang dimiliki dalam diri sendiri, apa yang kurang dan apa yang harus ditingkatkan menjadi kunci untuk menentukan arah kemana diri ini akan melangkah. Selain itu, tambah Sinddy, mahasiswa harus memiliki keyakinan tentang kemampuan yang ia miliki (self-efficacy). Keyakinan ini bisa didapat dengan lebih sering mengikuti pelatihan atau training, workshop maupun seminar yang disesuaikan dengan skill yang diperlukan dalam dunia kerja. Mahasiswa juga dapat mengikuti kegiatan seperti volunteer, magang, dan mengikuti berbagai macam organisasi di dalam dan luar kampus. Lebih lanjut Sinndy mengatakan kegiatan di luar kampus tersebut mampu meningkatkan ketahanan diri mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja yang fluktuatif dan kompetitif. “Ketika individu memiliki pengalaman organisasi dan kerja, mereka akan terbiasa dan terlatih dengan segala tantangan yang ada dalam organisasi sehingga mereka dapat menghadapi tantangan baik dalam hal pekerjaan maupun berhadapan dengan lingkungan sosial dan situasi-situasi yang terkadang tidak sesuai harapan”, ungkap Sinndy yang kini meneruskan studi di Program Magister Management & Business SB-IPB. Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan lebih kompetitif karena banyaknya pengangguran berstatus sarjana di Indonesia. Dengan memiliki ketiga modal psikologi, yaitu self-efficacy, ketahanan dan refleksi tentang kapasitas akan memudahkan individu untuk bersaing dan memiliki nilai lebih dimata pengguna (user) atau organisasi. Hal ini akan berdampak baik apabila dilakukan sedini mungkin sehingga ketika waktu kelulusan tiba, mahasiswa sudah lebih siap dalam memasuki dunia kerja.

[/caption] Faktor modal psikologis mencakup self-efficacy, harapan, ketahanan, dan optimisme. Faktor kompetensi karir mencakup refleksi tentang kapasitas, refleksi motif, jaringan, kemampuan pengembangan diri, eksplorasi kerja, dan kontrol karir. Faktor dukungan sosial mencakup dukungan keluarga, dukungan teman, dan dukungan orang lain yang berpengaruh. Dari ketiga faktor tersebut, dimensi yang paling berpengaruh terhadap kesiapan kerja adalah self-efficacy, ketahanan, dan refleksi tentang kapasitas. Uniknya, temuan lain dari penelitian tersebut adalah kenyataan bahwa kesiapan kerja mahasiswa semester 8 lebih rendah dibanding mahasiswa semester 4 dan 6. Padahal, mahasiswa semester 8 yang paling mendekati kelulusan dibanding mahasiswa adik kelasnya di semester 4 dan 6. Mengapa? Menurut penelitian yang dilakukan gadis kelahiran Kudus 14 Februari 1997 tersebut fokus mahasiswa semester 8 tertuju pada tugas akhir, seperti melakukan penelitian dan menyusu skripsi, dibandingkan dengan persiapan menghadapi dunia kerja. Dengan demikian, kesiapan kerja terlupakan. Sebaliknya mahasiswa semester 4 dan 6 sedang giat-giatnya untuk mengetahui dunia kerja karena ada aturan dari kampus untuk melakukan kuliah kerja lapangan atau magang. Lalu, apa yang perlu dilakukan mahasiswa di era Revolusi Industri 4.0 untuk meningkatkan self-efficacy, ketahanan dan kapasitas diri? Menurut Sinddy mahasiswa dapat memulainya dengan melakukan refleksi tentang kapasitas dengan melakukan self-assesment. Mengetahui apa yang dimiliki dalam diri sendiri, apa yang kurang dan apa yang harus ditingkatkan menjadi kunci untuk menentukan arah kemana diri ini akan melangkah. Selain itu, tambah Sinddy, mahasiswa harus memiliki keyakinan tentang kemampuan yang ia miliki (self-efficacy). Keyakinan ini bisa didapat dengan lebih sering mengikuti pelatihan atau training, workshop maupun seminar yang disesuaikan dengan skill yang diperlukan dalam dunia kerja. Mahasiswa juga dapat mengikuti kegiatan seperti volunteer, magang, dan mengikuti berbagai macam organisasi di dalam dan luar kampus. Lebih lanjut Sinndy mengatakan kegiatan di luar kampus tersebut mampu meningkatkan ketahanan diri mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja yang fluktuatif dan kompetitif. “Ketika individu memiliki pengalaman organisasi dan kerja, mereka akan terbiasa dan terlatih dengan segala tantangan yang ada dalam organisasi sehingga mereka dapat menghadapi tantangan baik dalam hal pekerjaan maupun berhadapan dengan lingkungan sosial dan situasi-situasi yang terkadang tidak sesuai harapan”, ungkap Sinndy yang kini meneruskan studi di Program Magister Management & Business SB-IPB. Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan lebih kompetitif karena banyaknya pengangguran berstatus sarjana di Indonesia. Dengan memiliki ketiga modal psikologi, yaitu self-efficacy, ketahanan dan refleksi tentang kapasitas akan memudahkan individu untuk bersaing dan memiliki nilai lebih dimata pengguna (user) atau organisasi. Hal ini akan berdampak baik apabila dilakukan sedini mungkin sehingga ketika waktu kelulusan tiba, mahasiswa sudah lebih siap dalam memasuki dunia kerja.