PERILAKU AGRESI REMAJA SEMAKIN MENINGKAT, MEGAPA TERJADI DAN APA SOLUSINYA?
PERILAKU AGRESI REMAJA SEMAKIN MENINGKAT, MEGAPA TERJADI DAN APA SOLUSINYA?

Maraknya perilaku agresi di kalangan remaja, khususnya pelajar sekolah, mengkhawatirkan banyak pihak. Sekolah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan ramah bagi siswa. Apa saja jenis perilaku agresi? Mengapa hal ini terjadi dan bagaimana mengatasinya?

Berdasarkan kajian dari berbagai literatur, perilaku agresi dapat diartikan sebagai tindakan yang diniatkan untuk menyakiti atau melukai orang lain, baik yang secara fisik, verbal, maupun psikis (Taylor, Peplau & O’sears, 2009). Perilaku agresi indektik dengan kekerasan, baik fisik maupun psikis.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Terdapat berbagai macam bentuk perilaku agresi yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari mencaci maki, mengejek, membuat kerusuhan, dan segala jenis perilaku yang mengarah kepada tindak kekerasan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mengungkap kasus tawuran di Indonesia pada tahun 2018 meningkat 1,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2017, angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, tapi tahun 2018 menjadi 14 persen.

Hana Nurul Faizah, mahasiswa angkatan 2013, lulus 2017. Sebagai pembimbing akademik adalah Dr. Natris Indriyani. Saat ini sedang menempuh Studi Progam Magister Psikologi (S2), Peminatan Pendidikan, di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Hanna juga aktif di Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Tangerang Selatan

Didorong oleh rasa kepedulian terhadap lingkungan dan keprihatinan terhadap maraknya perilaku agresi remaja, Hana Nurul Faizah alumni Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, melakukan penelitian mengenai faktor penyebab perilaku agresi pada remaja. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi sarjana psikologi d ibawah bimbingan Dosen Luh Putu Sutta Haryanti, M.Psi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel 136 siswa SMP dan SMK di wilayah Jakarta dan Lampung, dengan rentang usia 13-18 tahun yang memenuhi kriteria sebagai pelaku agresi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aggression Questionnaire (AQ), The Short Revised Eysenck Personality Questionnaire (EPQ-S), Coping Orientations to Problem Experienced (COPE) Scales dan Peer Provocation Inventory.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 22,4% perilaku agresi pada remaja dipengaruhi oleh variabel kepribadian, strategi coping, provokasi dan jenis kelamin.[Dua variabel ini belum diulas hasilnya. Perlu diulas secara singkat. ] Dari berbagai faktor tersebut terdapat dua faktor yang menjadi penyebab utama perilaku agresi, yaitu tipe kepribadian neurotisme, dan provokasi fisik.

Lebih lanjut hasil penelitian tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat neurotisme pada remaja, semakin tinggi perilaku agresinya. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan remaja dengan kepribadian neurotisme digambarkan sebagai orang yang sulit mengorganisir kecemasan, sulit dalam mengontrol emosi, memiliki suasana hati yang mudah berubah-ubah dan memiliki kecenderungan untuk mengalami perasaan yang negatif (Cervone & Pervin, 2011).

Selain neurotisme, provokasi fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi. Secara umum seseorang menunjukan respon agresi sesuai dengan jenis provokasi yang diterimanya, misalnya seseorang yang mendapatkan provokasi fisik (ditendang, dipukul, didorong) lebih mungkin membalas dalam bentuk agresi fisik (Dirks, 2014).

“Jadi seseorang yang kesulitan dalam mengatur emosinya, berpotensi menjadi pelaku agresi. Masalah kecil dapat membuat ia mudah terprovokasi dan meluapkan amarahnya secara berlebihan sehingga mendorongnya untuk melakukan tindakan menyakiti atau mengintimidasi orang lain”, ucap Hana Nurul Faizah yang berhasil mempertahankan skripsinya di depan dua dosen penguji, yaitu Dr. Netty Hartaty dan Dr. Rachmat Mulyono, M.Psi

Selanjutnya, upaya apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya perilaku agresi ini? Menurut Hana peran semua pihak baik orang tua, maupun sekolah sangat penting dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para remaja, sehingga mereka memiliki pemahaman bahwa dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cara yang baik seperti melalui diskusi, musyawarah dan menumbuhkan sikap saling empati. [caption id="attachment_2812" align="aligncenter" width="690"] Foto illustrasi.Tidak Untuk ditiru. Sumber: Radarbogor.com[/caption]

Remaja dapat diarahkan untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan disekolah seperti, pramuka, rohis, paskibra dan kegiatan yang sesuai dengan potensinya. Dengan demikain mereka dapat membangun rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan tenggang rasa, agar tidak berfokus pada perilaku yang negatif seperti agresi. Program layanan bimbingan dan konseling yang ada di sekolah juga dapat dievaluasi kembali efektivitasnya, pihak sekolah dapat mengembangkan program peer counseling bagi remaja sehingga mereka dapat lebih nyaman dalam mengungkapkan pikiran dan emosinya.

Perilaku agresi dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun panjang, baik untuk pelaku atupun korban serta berpotensi untuk diulangi seiring berjalannya waktu. Oleh sebab itu, setiap dari kita memerlukan kepekaan terhadap orang-orang yang ada di sekitar kita, sehingga menciptakan rasa empati dan kepedulian terhadap kondisi dan perasaan orang lain. Sikap kita menunjukkan siapa diri kita yang sebenarnya, Perlakukanlah orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan.Life would be meaningful, if we have a meaning for others.