Toleransi Itu Soal Kerendahan Hati dan Keterbukaan Pikiran
"Anda toleran karena anda rendah hati dan pikiran anda terbuka" demikian poin penting dari skripsi Arif yang berhasil dipertahankan dalam sidang skripsi online. Skripsi Arif yang dibimbing Dr. Gazi juga memberikan informasi penting bahwa toleransi juga terjadi jika anda mampu menggabungkan antara kedalaman pemahaman agama dan penghayatan sosial terutama terkait keberagaman."
Isu toleransi beragama dalam beberapa tahun terakhir ini cukup ramai diperbincangkan di Indonesia. Buktinya dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyaraka (PPIM) UIN Jakarta pada generasi Z yang terdiri dari siswa dan mahasiswa di Indonesia memiliki kecenderungan pandaan radikal, intoleran terhadap agama selain Islam, terutama Yahudi (PPIM UIN Jakarta, 2018a). Alasannya Yahudi mereka memiliki gambaran Yahudi sebagai bangsa yang licik dan sangat memusuh Islami.
Begitu juga survei yang dilakukan oleh Wahid Foundation bahwa intoleransi terhadap penganut di luar Islam tergolong cukup tinggi di angka 38.4% (Wahid Foundation, 2016). Begitu juga penelitian dari Kemdikbud terkait sikap toleransi beragama keika penganut agama selain Islam mengadakan kegiatan keagamaan tergolong kurang toleran (PDSPK Kemdikbud RI, 2017). Selain itu didukung juga dengan penelitian PPIM lainnya bahwa para guru dan dosen agama di Indonesia memiliki opini intoleransi terhadap umat non-Islam di atas angka 20% (PPIM UIN Jakarta, 2018b).
Ini mengindikasikan ada masalah serius dalam toleransi beragama di Indonesia. Apalagi jika dikaitkan dengan aksi-aksi pengrusakan tempat ibadah umat agama lain semakin mengkhawatirkan. Seperti pembakaran vihara di Sumatera Utara (Apinino, 2018), gereja di Minahasa (Amindoni, 2019) dan lainnya.
Toleransi beragama didefinisikan sebagai penilaian dan kepemilikan keyakianan positif secara sadar dengan melibatkan prinsip keadilan, kesetaraan, kepedulian dan mempertimbangkan keadaan orang lain atau berdasarkan pada rasa hormat dan kesetaraan terhadap orang lain yang berbeda baik dalam ras, etnis, agama bahkan negaranya (Witenberg, 2007).
Penelitian yang dilakukan secara daring di UIN Jakarta pada bulan Mei-Juni 2020 lalu dari 360 responden yang terdiri dari mahasiswa dengan latar belakang berbagai fakultas. Responden yang dipilih juga dipisahkan dari masing-masing afiliasi organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, tidak berafiliasi dan afiliasi organisasi keagamaan lainnya. Metode sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hasil adaptasi dan dikonstruk dari Tolerance to Human Diversity oleh Witenberg.
Hasilnya menunjukan 18.9% memiliki skor toleransi beragama yang tinggi. Untuk koefisien regresi dalam penelitian ini sebesar 52.6% toleransi beragama dipengaruhi oleh variabel intellectual humility, multicultural personality, orientasi religius dan faktor demografi.
Variabel inetellectual humility atau kerendahan hati intelektual memiliki sumbangan yang sangat besar terhadap toleransi beragama yakni 44.2%. Artinya orang yang memiliki intellectual humility akan rendah hati terhadap perbedaan, mengetahui keterbatasan kognitifnya, terbuka dengan sudut pandang orang lain dan akan santun meski menjadi korban penindasan.
Aspek lainnya yaitu dari variabel multicultural personality atau kepribadian multikultur seperti cultural empathy. Artinya individu memiliki rasa kepedulian terhadap cara berpikir, perasaan dan keadaan orang lain meski lintas budaya, dalam konteks ini lintas agama. Aspek lain yang berpengaruh seperti open-mindedness, intrinsic religiousness dan faktor demografi.
Hasil penelitian ini memiliki saran praktis bagi beberapa kalangan, diantaranya untuk mahasiswa diharapkan sering berdiskusi mengenai suatu isu dengan orang yang memiliki latar agama berbeda atau lebih sering mengikuti forum internasional yang melibatkan partisipan dari beragam umat agama. Selain itu juga mendatangi korban bencana atau menjadi sukarelawan ke tempat musibah akan meningkatkan rasa kemanusiaannmu sehingga tidak membedakannya meski berbeda agama. Untuk dosen bisa memberikan tugas analisis suatu masalah yang menantang mahasiswa menggunakan pisau analisis beragam sudut pandang guna membuka wawasan dan pandangannya. Terakhir harus mempertimbangkan aspek sosial dalam beragama dengan cara lebih mendalami ilmu agama yang tidak melupakan aspek sosial masyarakat dengan mendengarkan ceramah dari ulama yang ramah dan tidak provokatif.
